Part 1
Aku membantu Susy dan Fai memindahkan barang- barang
kami. Sedangkan yang lain, menunggu di depan gerbang sekolah. Hari ini, kami
akan pindah ke tempat tinggal baru, yang disebut dorm. Kalian pasti bertanya-
tanya mengapa kami bisa mendapatkannya. Ya! Kemarin kelas kami ditunjuk sebagai
kelas II IPA terfavorit di seluruh SMA yang ada di kota Tarakan. Wow! Itu
merupakan suatu kebanggaan. Ternyata, usaha kami untuk mengumpulkan nilai
hingga mendapat nilai A+ nggak sia- sia! Selain itu, kami juga dijuluki ‘the
gold class’ artinya, kelas emas. Aaah, aku benar- benar nggak percaya akan hal
ini. Tapi aku pun senang karena harapanku dan teman- teman sekarang ini menjadi
kenyataan! Yaitu, keluar dari asrama sekolah dan tinggal di tempat yang lebih
luas! Hahahaha…
Drrtttt…..
Ponselku pun bergetar. Aku meletakkan kardus yang ku
bawa di dekat tangga dan menyuruh kedua temanku berhenti.
“Susy, Fai! Berhenti sebentar!” kataku memerintah
mereka. Keduanya pun menurut. Aku segera melihat ponselku.
From: Hoya
Selamat yah, akhirnya yang kau harapkan selama ini terwujud juga. Kau bisa menempati dorm yang kau impikan…
From: Hoya
Selamat yah, akhirnya yang kau harapkan selama ini terwujud juga. Kau bisa menempati dorm yang kau impikan…
Aku tersenyum membaca pesan dari Hoya itu. Oya, aku
belum cerita pada kalian siapa itu Hoya. Dia adalah temanku, siswa kelas II IPS
A. Lebih pantasnya lagi disebut sahabat. Bukan hanya aku yang berteman
dengannya. Teman- temanku yang lain pun akrab dengan Hoya, juga teman-
temannya.
Aku memasukkan ponselku ke dalam kantong celanaku dan
bergegas mengangkat barang- barangku lagi. Nanti saja aku membalas pesan dari
Hoya, setelah sampai di dorm.
“Pesan dari siapa?” tanya Susy.
“Hoya….” jawabku singkat.
“Eh, dia? Lalu, kenapa kau nggak membalasnya?” tanya
Susy lagi.
“Nanti saja. Kita kan masih ngangkut- ngangkut barang,
masa juga balas pesannya sekarang?” ujarku.
“Aaah, sudahlah! Ayo cepat! Mereka sudah menunggu lama
di luar!” ujarku lagi sambil menarik lengan Susy dengan tangan kananku.
Akhirnya, kami sampai juga di depan gerbang. Ku lihat
di sana ada Sandra, Nicky, Minah, Amel, Jia, dan Andien. Sepertinya, aku nggak
melihat dua orang lagi. Astaga! Jessica dan Tiffany kemana yah?
“Lho, kenapa kalian berenam aja? Mana Jessica dan
Tiffany?” tanyaku.
“Mereka memutuskan untuk ke dorm duluan,” jawab
Sandra.
“Kata mereka menunggu kalian itu, membuat mereka
berdua kepanasan di sini,” sambung Amel.
“Hahaha…. Lalu, mereka ke dorm naik apa?” tanyaku lagi
sembari menaruh barang- barang yang ku bawa ke dalam mobil.
“Ya naik angkot!” jawab Sandra.
“Sandra! Aku yang nyetir yah!” ujar Jia. Itu membuat
Sandra bergidik ngeri. Lalu, dia menoleh ke arah Jia.
“Apa kau bilang? Apa aku tidak salah dengar?” tanya
Sandra sambil memegang telinga sebelah.
“Ya! Kau emang nggak salah dengar!” jawab Jia sambil
memajukan bibirnya. Kalau sudah begini, berarti dia ngambek!
“Hei! Kau ini masih kecil, belum punya SIM dan belum
pantas mengemudi!!!” Sandra pun meneriakkan kata- kata itu tepat di telinga
Jia. Itu membuat Jia tambah ngambek! Sambil memegangi telinganya, Jia terlihat
akan menangis. Aku pun segera memeluk dan menenangkannya.
“Hiks…. Hiks….” tangisnya.
“Udahlah Jia, jangan nangis lagi dong!” kataku sambil
mengusap kepalanya dan membawanya masuk ke mobil, disusul oleh Susy dan Fai.
Sandra dan Andien duduk di depan. Sedangkan sisanya duduk di belakang. Mobil
pun dijalankan.
Selama di perjalanan menuju dorm, Jia terus saja
menangis. Walaupun nggak separah saat masih di sekolah tadi. Kalau bukan karena
aku, Susy dan Fai yang menenangkannya dia nggak akan menjadi sebaik ini. Hanya
kami yang bisa mendiamkannya. Yang lain, hanya bisa membentaknya dan membuatnya
tambah menangis! Huh, kejam sekali sih yang lainnya itu!
“Hei, anak kecil! Diamlah! Berhenti menangis, jika kau
terus- terusan menangis aku jadi nggak fokus mengemudi nih!” bentak Sandra dari
depan. Aku pun segera memukul pundaknya agar dia berhenti mengomel. Kasihan kan
Jia jika diomelin terus.
-oo0oo-
Kami pun sampai juga di dorm kami. Wow! Bagus sekali.
Jujur, baru kali ini aku melihat dorm secara langsung. Aku kira yang namanya dorm itu hanya ada di korea dan diberikan pada
girlband atau boyband di sana. Ternyata di Tarakan pun ada! Tapi, bukan untuk
para girlband dan boyband loh! Untuk siswa berprestasi seperti kami ini! (maaf
agak sombong).
“Aaah!” keluhku dan merebahkan diri di sofa.
“Kau kenapa?” tanya Susy.
“Aku lelah sekali! Lenganku sakit abis mengangkat
barang- barang tadi….” keluhku. Tiba- tiba, Tiffany dan Jessica keluar dari
dapur. Itu mengejutkanku dan yang lainnya.
“Oh, jadi dua makhluk ini sudah duluan masuk sini?!”
kata Nicky sambil mengelap peluhnya.
“Hehehe. Kami berdua nggak tahan nunggu lama- lama…”
jawab Tiffany enteng.
“Iya! Abisnya Yesika lama banget sih, ngangkut barang
gitu aja...” tambah Jessica.
“Hei! Kau kira enak ngebawa barang banyaknya begitu?”
aku langsung memelototi Jessica hingga dia bersembunyi di balik punggung
Tiffany. Lalu, aku mengambil sesuatu dari kardus yang ku angkat tadi.
“Ini! Aku juga mengambilkan semua bonekamu!” kataku
sambil melemparkan boneka ke arahnya. Eh, yang dilempar malah nyengir! Sialan
kau, ah!
“Oya, tadi kami berdua sudah menghitung jumlah kamar
di sini. Dan hanya ada empat kamar. Jadi, satu kamar itu bisa dua atau tiga
orang….” kata Tiffany dengan gayanya yang sok bijaksana itu.
“Dan kami berdua sudah mengaturnya pula! Yesika, kau
sekamar dengan Nicky,” aku langsung menepuk dahiku ketika mendengar perkataan
Tiffany.
“What?! Tidak tidak! Aku dengan Susy dan Fai saja…..”
ujarku memprotes. Aku nggak mau sekamar dengan Nicky, cukup sudah aku ngerasain
nggak enaknya sekamar dengannya. Dia itu kalau tidur ribut sekali, suka
mendengkur. Dan parahnya lagi, dia itu tidur berputar seperti gasing.
“Harus!” Tiffany menekankan kalimatnya. Dia
memelototiku, agar aku menurutinya.
“Pokoknya aku nggak mau! Kau siapa! Kau paling muda di
sini, kenapa kau yang mengatur? Sedangkan Fai, dia tidak mau mengatur- atur
kami! Padahal, dia yang paling tua di sini!!!!” balasku. Tiffany menelan
liurnya saat aku bilang seperti tadi. Apalagi yang lainnya menyetujui kalimatku
tadi. Wah, kalah telak dia! Hahahaha.
“Baiklah, baiklah! Kalian pilih sendiri roommates kalian,”
ujarnya lalu meninggalkan kami dengan wajah yang kusut. Sepertinya dia marah,
karena aku mengatainya paling kecil di kelompok ini. Yang lain hanya terkikik
geli saat melihat ‘dongsaeng’ ngambek.
Jessica pun segera menyusulnya.
-oo0oo-
Aku masuk ke kamar dengan Susy. Sementara Fai, masih
sibuk mengobrol dengan Sandra dan Andien di depan. Tiba- tiba aku teringat
sesuatu! Astaga! Aku belum membalas pesan dari Hoya. Aku pun segera mengambil
ponselku dan membalas pesannya. Sambil menunggu balasannya, aku duduk di tepi
ranjang. Sedangkan Susy menyusun barang- barangnya.
“Rajin sekali kau!” kataku. Dia pun langsung menoleh
ke arahku.
“Hahaha…. Kau nggak nyusun barang- barangmu?”
tanyanya. Aku menggeleng sambil memegang punggungku. Dia mengerti bahwa aku sedang
lelah dan nggak berniat menyusun barang- barangku.
Drrrrttt…….
Ponselku pun bergetar. Ah, tuhan semoga saja dari
Hoya! Dan benar, tuhan telah mengabulkan permintaanku. Hahaha…..
From: Hoya
Hahahaha. Sudahlah, istirahatlah dulu. Kau kan lelah, nanti malam kita sambung lagi yah!
From: Hoya
Hahahaha. Sudahlah, istirahatlah dulu. Kau kan lelah, nanti malam kita sambung lagi yah!
Aku tersenyum. Aku pun tak lagi membalas pesannya,
karena aku benar- benar lelah. Lagipula, dia pun menyuruhku untuk istirahat.
Aku pun merebahkan diri di ranjang yang empuk ini.
~Part 1 End~